Selasa, 10 Februari 2015

AUTISME

AUTISME

INFORMASI MENGENAI AUTISME DAN PENDIDIKANNYA 

PERISTILAHAN

Autism = autisme yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, prilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger, 1943).
Autist = autis : Anak yang mengalami ganguan autisme.
Autistic child = anak autistik : Keadaan anak yang mengalami gangguan autisme.

APA AUTISME ITU?

Secara harfiah autisme berasal dari kata autos =diri dan isme= paham/aliran.
American Psych: autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American Psychiatic Association 2000)
Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial (Mardiyatmi ‘ 2000).

Gangguan autisme terjadi pada masa perkembangan sebelum usia 36 bulan “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
Autisme dapat terjadi pada anak, tanpa perbedaan ras, etnik, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan.

Privalensi Autisme diperkirakan 1 per 150 kelahiran. Menurut penelitian di RSCM selama tahun 2000 tercatat jumlah pasien baru Autisme sebanyak 103 kasus. Dari privalensi tersebut diperkirakan anak laki-laki autistik lebih banyak dibanding perempuan (4:1).

APA TANDA-TANDA ANAK AUTISTIK?

Anak autistik menunjukkan gangguan–gangguan dalam aspek-aspek berikut ini: (sering dapat diamati sehari-hari)

Bagaimana Anak Austistik berkomunikasi?

-Sebagian tidak berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal.
-Tidak mampu mengekpresikan perasaan maupun keinginan
-Sukar memahami kata-kata bahasa orang lain dan sebaliknya kata-kata/bahasa mereka sukar dipahami maknanya..
-Berbicara sangat lambat, monoton, atau tidak berbicara sama sekali.
-Kadang-kadang mengeluarkan suara-suara aneh.
-Berbicara tetapi bukan untuk berkomunikasi.
-Suka bergumam.
-Dapat menghafal kata-kata atau nyanyian tanpa memahami arti dan konteksnya.
-Perkembangan bahasa sangat lambat bahkan sering tidak tampak.
-Komunikasi terkadang dilakukan dengan cara menarik-narik tangan orang lain untuk menyampaikan keinginannya.

Bagaimana anak austistik bergaul? 
-Tidak ada kontak mata
-Menyembunyikan wajah
-Menghindar bertemu dengan orang lain
-Menundukkan kepala
-Membuang muka
-Hanya mau bersama dengan ibu/keluarganya
-Acuh tak acuh, interaksi satu arah.
-Kurang tanggap isyarat sosial.
-Lebih suka menyendiri.
-Tidak tertarik untuk bersama teman.
-Tidak tanggap / empati terhadap reaksi orang lain atas perbuatan sendiri.

Bagaimana anak autistik membawakan diri ? -Menarik diri
-Seolah-olah tidak mendengar (acuk tak acuh/tambeng)
-Dapat melakukan perintah tanpa respon bicara
-Asik berbaring atau bermain sendiri selama berjam-jam.
-Lebih senang menyendiri. .
-Hidup dalam alam khayal (bengong)
-Konsentrasi kosong
-Menggigit-gigit benda
-Menyakiti diri sendiri
-Sering tidak diduga-duga memukul teman.
-Menyenangi hanya satu/terbatas jenis benda mainan
-Sering menangis/tertawa tanpa alasan
-Bermasalah tidur/tertawa di malam hari
-Memukul-mukul benda (meja, kursi)
-Melakukan sesuatu berulang-ulang (menggerak-gerakkan tangan, mengangguk-angguk dsb).
-Kurang tertarik pada perubahan dari rutinitas

Bagaimana kepekaan sensori integratifnya anak autistik ?

-Sangat sensitif terhadap sentuhan ,seperti tidak suka dipeluk.
-Sensitif terhadap suara-suara tertentu
-Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
-Sangat sensitif atau sebaliknya, tidak sensitif terhadap rasa sakit.

Bagaimana Pola Bermain autistik anak?

-Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
-Kurang/tidak kreatif dan imajinatif
-Tidak bermain sesuai fungsi mainan
-Menyenangi benda-benda berputar, sperti kipas angin roda sepeda, dan lain-lain.
-Sering terpaku pada benda-benda tertentu
-Sering marah tanpa alasan.
-Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum )bila keinginan tidak dipenuhi.
-Tiba-tiba tertawa terbahak-bahak atau menangis tanpa alasan
-Kadang-kadang menyerang orang lain tanpa diduga-duga.

Bagaimana kondisi kognitif anak autistik?

Menurut Penelitian di Virginia University di Amerika Serikat diperkirakan 75 – 80 % penyandang autis mempunyai kemampuan berpikir di bawah rata-rata/retardasi mental, sedangkan 20 % sisanya mempunyai tingkat kecerdasan normal ataupun di atas normal untuk bidang-bidang tertentu.
Sebagian kecil mempunyai daya ingat yang sangat kuat terutama yang berkaitan denga obyek visual (gambar)
Sebagian kecil memiliki kemampuan lebih pada bidang yang berkaitan dengan angka.

APA PENYEBAB AUTISME?

Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di mungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme. berikut:

1. Menurut Teori Psikososial
Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.

2. Teori Biologis
Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal.
Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.
Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.
Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan cel-sel Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah.

3. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambanga batu bara, dlsb.

4. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.

II. APA YANG PERLU KITA LAKUKAN TERHADAP ANAK AUTISTIK USIA DINI?

Sebelum/sembari mengikuti pendidikan formal (sekolah). Anak autistik dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:

Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik.

Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.

Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.

Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.

Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat gangguan autisme.

Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan)

Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih sempurna

Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)

Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.

Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.

III. Ada Beberapa Pendekatan Pembelajaran Anak Autistik Antara Lain

Discrete Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata “tidak”

Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.

TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.

IV. BAGAIMANA MODEL PELAYANAN PENDIDIKAN

Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain:

1. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.

2. Program Pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:
Guru terkait telah siap menerima anak autistik
Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual
Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.
Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.
Dan lain-lain yang dianggap perlu.

3. Pragram Pendidikan Terpadu
Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.

4. Sekolah Khusus Autis
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.

5. Program Sekolah di Rumah
Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.

6. Panti (griya) Rehabilitasi Autis.
Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:(1) Pengenalan diri(2) Sensori motor dan persepsi(3) Motorik kasar dan halus(4) Kemampuan berbahasa dan komunikasi(5) Bina diri, kemampuan sosial(6) Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.
Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.


www.ditplb.or.id 

Kamis, 15 November 2012

ANAK BERBAKAT NAMUN MEMILIKI MASALAH BERBICARA ?

Satu hal yang menarik diutarakan oleh seorang Mommy yang mempunyai anak yang bermasalah dengan kemampuan berbicaranya, namun setelah ditelusuri ternyata sang anak tercinta memiliki intelejensia yang sangat tinggi. Menurut sang Mommy, sampai saat ini kajiannya belum ada, jadi anak- anak late talker yang ternyata kelaknya diperkirakan akan berkembang dan bicara tanpa bantuan terapi namun ternyata mengalami learning disabilities, tidak terlacak sejak awal. Banyak kasus saat ini, anak ternyata sudah cerewet tetapi jika diajak bicara sulit menjawab. Dalam pelajaran matematika baik, tetapi kesulitan dalam pelajaran bahasa. Dalam pelajaran dengan menggunakan analisis baik, tetapi sulit dalam pelajaran menghapal.
Kajian untuk kelompok anak seperti ini di Indonesia belum ada. Tapi kelompok pemerhatinya sudah banyak. Indonesia agak ketinggalan memang, sayang sekali. Padahal kelompok anak yang late
talker, semuanya oke termasuk inteligensianya, namun tetap termasuk juga sebagai kelompok anak berresiko. Resikonya (tergantung dari perkembangannya) adalah kelak akan mengalami learning
disabilities (gangguan belajar) perkembangan sosial khusus (lebih introvert), atau kesulitan lainnya selama di sekolah, kerja tim, dan bermain.
Keterlambatan bicara dengan inteligensia normal sampai tinggi, bisa ditelusuri dalam bahasan Centrum Auditory Processing Disorder (CAPD) bagian dari otologi-neurologi, ataupun THT. Di berbagai Universitas di Indonesia belum ada yang sanggup melakukan deteksinya. Karena CAPD ini juga mempunyai spektrum mulai dari ringan sampai berat. Tetapi penelitiannya di berbagai negara sudah mulai banyak, bahkan beberapa negara sudah punya pusat kajiannya. Bagaimana terapi dan stimulasinya juga sudah mulai banyak dibicarakan. Mailing listnya juga sudah mulai banyak.
Mommy dengan anak berbakat ini menyampaikan, bahwa anak tercintanya. sampai umur satu setengah tahun bisa berbicara banyak, bisa berhitung, bisa bernyanyi macam-macam… namun lama-lama bukannya malah berkembang tapi malah mundur, baru berbicara lagi mulai umur 3 dan baru bisa berkomunikasi dua arah umur 5 tahun. Pernah mengikuti speech terapi mulai umur 5,5 selama dua tahun. Sekalipun bisa komunikasi tapi toh ada gangguan dalam kemampuan ekspresi verbalnya.
Di dalam kelompok seperti anak berbakat ini banyak yang harus menerima speech terapy, dan mengalami gangguan belajar yang disebabkan karena kemampuan pengertian bacaan tidak memadai.Meskipun mempunyai inteligensia normal sampai tinggi, tetapi mengalami kelainan perkembangan komunikasi (communication development disorder) . Penyebabnya bukan karena kurang stimulasi lingkungan, bukan karena pendengaran terganggu, bukan karena oral motornya terganggu, tetapi gangguan proses informasi di bagian otak yang mengatur pengolahan informasi dan bentuk gangguan komunikasi ekspresif.
Berbicara dalam Kongres autisme yang diadakan oleh IDAI/IDAJI/PERDOSI dua tahun lalu , sang Mommy melakukan pertemuan- pertemuan dengan para orang tua late talker. Ada 4 (empat) anak anak
yang semula mulai bicara tetapi ternyata perkembangannya tidak ada. Mereka didiagnosa dengan autisme. Ternyata waktu di atas umur 5 tahun mereka keluar dari kriteria autisme, tetapi tetap tidak bisa bicara. Mereka dinyatakan Afasia (tidak bisa bicara) dan kemampuan bicaranya sulit sekali, kosa kata tidak berkembang, cenderung jika dalam bahasa Indonesianya dikategorikan sebagai gagu.
Karena perkembangan seorang anak sulit kita ramal kedepannya. Saran dari Mommy ini adalah untuk selalu siap memperhatikan, siap mendukung dan menstimulasi diri anak agar perkembangannya tidak melenceng jauh. Ada anak yang mempunyai perkembangan diri yang lambat, ada yang normal, ada justru sangat cepat. Ada yang simultan secara harmonis berkembang secara bersamaan, ada yang
satu aspek perkembangan maju cepat tetapi aspek lain tertinggal.

BAGAIMANA CARA MENGETAHUI SPEECH DELAY PADA ANAK?

Dari sebuah artikel dari American Association of Family Physician yang dikirimkan oleh seorang Mommy, yang dapat dilihat aslinya pada
http://www.aafp.org/afp/990600ap/990600d.html/Speech,
Kita dapat melihat apakah anak kita sudah dapat melakukan hal-hal sbb:
  1. Mengucapkan perulangan suku kata antara umur 12-15 bulan.
  2. Mengerti kata-kata sederhana ( seperti “tidak” dan “stop”) setelah mencapai umur sekitar 18 bulan
  3. Berbicara dengan kalimat pendek setelah mencapai umur sekitar 3 tahun.
  4. Bercerita mengenai cerita sederhana saat berumur antara 4-5 tahun.
Penyebab timbulnya speech delay pada anak:
  1. Kehilangan pendengaran
  2. Kelambatan perkembangan anak
  3. Mental Retardasi
  4. Penyebab lainnya, a.l: bilingual (memakai 2 bahasa utama di dalam rumah), terlantar secara psikologis (anak tidak mendapatkan cukup waktu untuk berbicara dengan orang dewasa), anak kembar, autis (masalah pada otak), anak tidak mau berbicara, CP/cerebral palsy (kelainan dalam pergerakan tubuh karena kerusakan otak)
Dokter memeriksa kemampuan anak dalam berbicara dan juga memeriksa perkembangan mental anak. Anak juga akan mendapat tes pendengaran untuk memastikan apakah anak mempunyai masalah dengan pendengaran atau tidak. Menurut artikel ini, bila anak ternyata didiagnose dengan speech delay, dokter akan memberikan pengobatan disesuaikan dengan penyebabnya.Kadangkala ada anak yang tidak memerlukan pengobatan, karena beberapa anak hanya memerlukan waktu yang lebih lama untuk mulai berbicara.
Dokter akan menjelaskan penyebab dari speech delay anak, dan menjelaskan cara-cara pengobatan yang dapat memperbaikinya. Seorang speech dan language patologis akan membantu di dalam
perencanaan pengobatan. Ia juga dapat memperlihatkan cara bagaimana membuat anak berbicara lebih banyak dan lebih baik.

Ahli medis lain yang dapat membantu a.l:
audiologis (dokter pendengaran), psikolog (specialis dalam masalah sikap/behavior), okupasional therapis (akan mengajarkan cara mendengar dan membaca bibir ) dan pekerja sosial (membantu masalah keluarga). Dokter keluarga akan merefer kepada ahli yang diperlukan.
Diskusi kemudian berkembang kepada cara-cara menstimulasi anak agar lancar berbicara. Mommies yang menyumbangkan saran baik dari sudut psikologis, kedokteran, maupun sebagai orang tua dari
anak yang mempunyai masalah yang hampir serupa, menyarankan hal-hal sebagai berikut :
  1. Mengetahui apa itu speech delayed (SD) = bandingkan dengan tahapan perkembangan dari ahli (nanti akan dimuat di web infoterapi) atau bandingkan dgn anak seusianya.
  2. SD bisa merupakan indikasi gangguan yang lebih serius: autism spectrum disorder (ASD), keterbelakangan mental, gangguan belajar, dsb. Tetapi bisa juga benar-benar cuma developmental delayed atau keterlambatan perkembangan anak.
  3. Anak SD perlu STIMULASI. Stimulasi bisa diperoleh dari tempat terapi atau dilakukan di rumah. Lebih ideal lagi bila dilakukan keduanya. ENGAGEMENT (keterlibatan emosi, interaksi) adalah hal yang perlu dijalin pertama kali. (Berbeda dengan sistem terapi lama yang menekankan pada kepatuhan). Stimulasi di tempat terapi saja tidak cukup (2-3 jam seminggu). Namun, terapi di rumah saja juga ada kekurangannya orang tua perlu mengetahui cara-cara mendekati anak, materi kurikulum, sarana/alat terapi, dll. Idealnya kedua cara tersebut digabung. Orang tua harus hadir saat terapi (Singapura mewajibkan hadir oang tua saat terapi, tanpa kehadiran orang tua tak ada terapi).Terapi wicara sebenarnya adalah latihan oral motor (bibir, rahang, dsb) di Indonesia masih bercampur antara terapi wicara dengan isi ABA, dan terapi okupasi. Sehingga masih diperlukan supervisi dari
  4. Berbicara tidak sama dengan komunikasi. Cobalah cek apakah anak dapat menceritakan kembali pengalaman yang dilaluinya. Apakah anak dapat mengerti bila dibacakan cerita dan dapat menceritakan kembali dengan bahasa yang sederhana? Bila anak dapat melakukan semua itu, berarti tidak ada masalah dalam pengertian dan kemampuan bicara anak.
orang ke tiga yang akan memantau kemajuan terapi.

ANAK SUDAH 3 TAHUN BELUM BISA BICARA

Banyak sekali Mommies baik yang berdomisili di dalam maupun di luar negeri yang berusaha agar anak- anak mereka jangan sampai telat kemampuannya dalam berbicara. Rupanya, penggunaan bahasa kedua di luar bahasa Ibu yang semakin membudaya, seiring dengan banyaknya TBA atau play-group yang mengajarkan bahasa Inggris di Ibukota dan sekitarnya, menambah rasa  ingin tahu para Mommies mengenai Speech Delay.
Sementara bagi Mommies yang berdomisili di luar negeri masalah ini menjadi tantangan utama karena bahasa yang dipakai di dalam rumah, dengan bahasa di luar rumah dan televisi berbeda, sehingga seringkali anak-anak memerlukan waktu hingga dapat berbicara secara lancar dalam masing-masing bahasa.
Seorang Mommy yang mempunyai anak berumur 22 bulan, mengeluh karena sampai seumur ini baru bisa berbicara satu dua tiga patah kata. Mommyyang sudah khawatir sejak lama, sudah memeriksakan anak tercinta ke berbagai dokter dan klinik di Jakarta. Dari Klinik Tumbuh Kembang di RS Bunda, Play-Art Gymboree, Klinik TUmbuh Kembang THT Proklamasi, Speech Therapy Kemang, Klinik Tumbuh Kembang RS Pondok Indah, kesemuanya memberikan komentar yang berbeda. Meskipun DSAnya menyatakan bahwa keseluruhan evaluasi anak baik, sang Mommy masih merasa khawatir. Speech therapisnya hanya mengatakan bahwa sang anak memerlukan latihan dan stimulasi. Sedangkan seorang dokter di RS PI mengatakan hanya memerlukan kelas behavior bagi anak
di bawah umur 3 tahun. Kelas speech therapy baru diperlukan bila usia anak sudah melebihi 3 tahun namun masih belum bisa berbicara. Sementara banyak yang menyarankan sang Mommy untuk memasukkan anaknya ke pre-school begitu mencapai usia 2 tahun.
Sharing pengalaman dan pendapat serta saran dari para Mommies dari berbagai penjuru dunia terbagi menjadi dua:
  1. Agar Mommy bersabar menunggu sampai anak berusia 3 tahun, sampai jelas apakah anak memang mempunyai masalah dalam berbicara, baru memutuskan untuk memberikan speech therapy pada anak. Agar jangan buru-buru memberi label speech delay kepada anak, mengingat usianya yang masih di bawah 2 tahun, dan masih terbuka banyak kemungkinan bahwa sang anak tidak menderita speech delay.
  2. Agar Mommy waspada akan kemungkinan speech delay pada sang anak dan segera mencari cara untuk mengatasi permasalahan ini sesegera mungkin. Masalah apapun perlu ditangani secara serius meskipun tetap dengan kepala dingin. Kalau memang memerlukan terapi,sebaiknya sesegera mungkin memberikan terapi kepada anak. Meskipun batas bagi pemberian diagnose speech delay pada anak adalah hingga berusia 5 tahun, namun bila sejak usia 2 tahun segera diterapi, akan lebih memudahkan anak dan terapisnya untuk mencari cara penanggulangan