Selasa, 01 November 2011

Terapi Terpadu untuk Anak Tuna Rungu

Keywords: terapi mendengar / terapi dengar, auditory verbal therapy / terapi auditori verbal, auditory oral therapy, AVT / TAV, terapi wicara, implan koklea / cochlea implant, alat bantu dengar / ABD, komunikasi, tunarungu
Banyak yang mau ditulis, tapi masih repot sama si baby. Tapi kemarin harus nulis buat pihak sekolah si kakak, jelasin beberapa hal. Ini menyangkut komunikasi si kakak, Ellen (6 tahun), yang tuna rungu tapi kami masukkan sekolah umum. Sekaligus berbagi informasi di sini, kalau-kalau berguna. Tulisan terkait akan menyusul (silakan lihat di Recent Posts).
Prinsip Dasar Terapi Ellen
(Terapi terpadu = terapi mendengar + terapi wicara)
1. Mendengar melalui telinga yang dibantu ABD, bukan karena melihat gerakan tangan atau gerakan mulut.
2. Keterbatasan si anak dalam merespon pembicaraan kita adalah karena belum mengerti kata/kalimat yang didengar (keterbatasan kosa kata, karena baru mulai mendengar selama 2 tahun), sehingga perlu dibantu dengan gambar/gerakan tangan. Tetapi bantuan inipun sifatnya hanya sesaat dalam rangka memasok kata baru, setelah kata tersebut dimengerti, bantuan visual dihilangkan.
3. Karena itu yang penting adalah memasok kosa kata ke telinga Ellen, tanpa menuntut dia segera/langsung dapat mengerti apalagi mengucapkan. John Tracy Clinic menuliskan: untuk dapat mengerti suatu kata si anak harus mendengar 100 kali, untuk dapat mengucapkan ia harus mendengar 1000 kali. Jadi sejak Ellen memakai ABD kami konsentrasi memasok dan memasok kata ke telinganya (saat bercakap-cakap normal, maupun saat spesifik mengajarkan kata-kata baru).
4. Teknik berbicara adalah dengan volume suara normal di dekat telinganya. Hal ini bertujuan agar suluruh konsonan dapat ditangkap. Bicara pada jarak yang lebih jauh dengan suara keras (berteriak) menyebabkan yang ditangkap hanya vokal saja.
5. Kami telah menerapkan point 1-4 selama 1 tahun dan telah terbukti menunjukkan hasil yang baik. Pada akhir tahun pertama, dia baru memiliki bahasa reseptif (paham beberapa kata yang kami ucapkan tanpa dia melihat gerak bibir, tapi dia belum bisa mengucapkannya), lalu setelah itu mulai muncul kata-kata pertamanya (walau pengucapan tidak sempurna, tetapi konsisten), dan langsung disusul dengan kata-kata berikutnya. Metode ini biasa disebut teknik auditory verbal. Ini yang kami terapkan…
6. Kendala yang muncul adalah pengucapan yang masih sangat lemah, karena itulah atas saran John Tracy Clinic kemudian Ellen dibantu terapi wicara (di suatu RS). Terapis wicara membantu membentuk pengucapan Ellen dengan teknik terapi wicara terhadap kata-kata yang sudah dimengerti Ellen tetapi belum bagus pengucapannya. Walaupun hanya 4 bulan (terpaksa quit karena tidak tertampung jadwal baru mereka yang hanya pagi–siang), pola ini telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Metode auditory verbal + terapi wicara ini biasa disebut auditory oral. Ini yang kami lanjut-terapkan saat ini (dengan bantuan terapis wicara di sekolah).
Catatan:
- Penelitian modern menyatakan hampir semua anak tuna rungu masih punya sisa pendengaran (tidak 100% tuli). Sisa pendengaran ini dapat dioptimalkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD, walaupun tidak secanggih implan koklea).
- Tetapi memakai ABD tidak sama dengan orang memakai kaca mata, yang langsung bisa melihat dengan lebih jelas. Karena respon atas stimuli visual adalah langsung, sedangkan respon atas stimuli auditori adalah melalui tahap pemahaman/interpretasi dulu. Untuk mencapai tahap pemahaman yang penting adalah harus sering mendengar dan mendengar, dengan pengucapan yang jelas, kalimat pendek, dan jika perlu disertai bantuan visual: gambar & gerakan tangan (kadang tanpa bantuan akan sulit anak memahami kata-kata baru, mirip kita nonton film berbahasa asing dimana kita mendengar pemain berbicara cas-cis-cus tanpa kita menangkap artinya). Tetapi bantuan itu perlahan dihilangkan, sehingga nantinya hanya akan berkomunikasi secara verbal. (by: mama Ellen, edited by papa Ellen)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar